Kamis, 14 April 2016

Cerita Sederhana, Tapi untuk Tendangan yang Besar (for a child)



Berkebun Bersama Kakak
Pagi ini, aku masih mengantuk. Namun, aku harus bangun. Aku sudah membuat janji dengan kakakku. “Kring…kring…kring” jam wekerku berbunyi tiga kali. Lalu kumatikan jam itu dan aku segera beranjak dari tempat tidur. Lalu ku buka pintu dan keluar dari kamarku. Ku dengar suara burung berkeriapan di luar sana. Mereka sudah mencari makan, tapi aku masih bermalas malasan.
Aku terkejut melihat sesuatu di meja makan. Ternyata ibuku sudah membuatkanku susu. Aku senang sekali melihatnya. Lalu ku ambil gelas berisi susu tersebut lalu ku minumnya. Rasanya sangat manis sekali. Baru sekali tengguk saja, rasa gulanya langsung meresap di lidahku. Aku ingin segera menghabiskan susu itu, tapi…
Terdengar langkah kaki dari arah lain. Kakakku datang menghampiriku. “Dik, aku minta susunya, dong?” Ku berikan saja susu tersebut kepada kakakku. Ternyata susuku dihabiskan oleh kakakku. Satu tetespun tak tersisa. Ya sudah, ku taruh kembali susu itu di meja. Aku kesal dibuatnya. Kakaku malah ketawa, seolah-olah telah berhasil mengerjaiku. Tapi dia lalu minta maaf. Sebagai anak yang baik hati, kumaafkan saja.
Sampai lupa, ternyata aku mempunyai janji dengan kakakku. Kalau tidak diingatkan kakakku, aku pasti lupa. Kakakku mengajakku ke kebun. Aku dan kakakku memang hobi berkebun. Lalu kami berdua mengambil cangkul dan berangkat ke kebun. Kami cukup jalan kaki saja karena jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah kami.
Di tengah jalan, aku terlena. Aku tidak menyadari bahwa kami akan melewati pertigaan kecil. Untung kakakku sigap. Dia lalu menarikku ke pinggir. Lalu terdengar motor tetangga kami. Kami menyapanya dengan lambaian tangan. Untung saja aku ditarik kakakku, kalau tidak, pasti terjadi hal buruk padaku. Dengan lebih berhati-hati, kami lalu melanjutkan perjalanan.
Sesampai di kebun, kami berbagi tugas. Kami berencana membersihkan tanaman kebun dari rumput pengganggu. Aku membersihkan di sisi utara, sedangkan kakakku di sisi selatan. Kami mulai membersihkan dengan mencangkuli. Aku mencangkul sedikit demi sedikit. Ketika kulihat di kanan dan kiri, ternyata aku sudah di tengah-tengah kebun. Tidak terasa, cukup jauh sudah aku mencangkul. Maklum aku tidak menyadarinya, karena aku mencangkul mundur. Aku mau istirahat dulu saja. Aku ingin mengajak kakakku dulu. Aku berbalik dan …
“bruk!!” Ternyata aku bertabrakan dengan kakakku. Sial sekali!
Karena cukup lelah mengankat cangkul, kami duduk-duduk saja sambil mencabuti rumput yang ada di kebun bagian tengah. Aku melihat ada sebuah bunga yang cantik. Akan ku cabut satu saja lalu ku bawa pulang. Satu tangkai bunga sudah berada di genggamanku. “Blukkk!” Terdengar sesuatu yang aneh dibelakangku. Lalu ku toleh ke arah sumber suara tersebut. Kuamati di tempat itu, tapi tidak apa-apa. Lalu ku toleh kembali bunga yang tadi ku petik. Astaga! Bunga itu tingggal tangkainya saja. Bunganya menghilang. Aku kesal sekali dengan keanehan ini.
Kupetik saja lagi satu bunga. “Blukk!” Ternyata suara itu muncul lagi. Kutoleh lagi ke arah belakangku. Tidak terjadi apa-apa. Astaga! Bungaku hilang lagi. Huh! Aku kesal sekali. Aku tidak mau mencari bunga itu lagi!

---
Ternyata, itu adalah ulah kejahilan kakakku. Esoknya aku diberitahu kalau yang membuat suara dibelakang itu adalah kakakku. Dan ketika aku menoleh ke belakang, dia menyentil bungaku, hingga akhirnya bungaku terbang entah kemana. Huh! Kakaku emang jahil… jahat!
---

Awan tiba-tiba terlihat mendung. Aku melihat ke atas dan khawatir hujan segera turun. Dan benar saja, setelah petir pertama menyambar, hujan turun dengan deras. Kami berdua segera mencari tempat berteduh. Untung sekali di kebunku terdapat pohon beringin yang cukup untuk berteduh. Kami berdua berteduh disana. Tiba-tiba saja tubuhku terdorong ke songsongan air hujan. Ternyata aku didorong kakakku. Aku jadi agak basah. Ku pukul kakakku, di saat seperti ini masih saja dia bercanda dan menjahili ku. Dia tertawa saja. Lalu kami menunggu hujan reda di bawah pohon itu.
Ternyata, hujan tidak berlangsung lama. Beberapa menit kemudian, hujan reda. Kami lalu keluar dari tangkupan dahan-dahan pohon beringin itu. Aku berkata pada kakaku, “Kak, kamu jahat sekali padaku! Huh!”
“Hehe… Aku hanya bercanda padamu, dek. Jangan marah!”
“Ya, tapi aku jadi basah nih!”
“Hehe, ya sudah, kakak minta maaf.”
Aku tahu, kakakku sangat sayang kepada ku. Tapi anehnya, dia mewujudkan rasa sayangnya dalam bentuk candaan. Bahkan, dia sering jahil kepadaku. Tapi sesungguhnya dia tetap menyayangi ku. Aku juga sayang pada kakakku.
Karena hari sudah cukup siang, kami bergegas pulang. Aku senang sudah melewati hari ini dengan kakaku. Terlebih karena kita berdua sudah merawat bunga-bunga di kebun.

*Tulisan di atas merupakan narasi yang akan diubah menjadi naskah Pantomim Anak
doain kelar, ya!!
*Gambar diambil dari chameleonperformance.com