Sabtu, 09 April 2016

Mencintai (pe) Kerja (an)

Banyak alasan bagi orang-orang mencintai pekerjaan mereka. Untuk tetap bertahan pada aktivitas yang tiap tiap hari digelutinya. Pada dasarnya, setiap manusia yang bertahan melakukan sesuatu untuk waktu yang lama, dia mencintainya. Dan tentu... pekerjaan menjadi salah satu daya tarik bagi seorang manusia tetap tinggal di satu titik dan menekuninya.
Sol... do... re ... fa.... mi... mereka pikir, itu suku kata-suku kata apa? Tapi di mulut orang yang benar, itu bisa menjadi rentetan nada harmonis yang mahal harganya. Bagi mereka yang tau, musik tak sebanding dengan koin-koin. Ehem..! back to topic, lalu buat ucapan-ucapan itu dinadakan dan dipikirkan sepanjang hari? Dari yang seharinya cuma dapat satu genggam uang perak, hingga yang mampu menghasilkan satu koper rupiah merah, mereka tetap bertahan kok diposisinya.
Dari talkshow TV beberapa hari lalu, "kadang-kadang orang mengamen itu nggak bisa ditahan. Mereka menganggapnya passion."
Tapi ada juga yang kalau nggak dibayar 50 juta nggak mau nyanyi, untuk amal sekalipun, untuk ibadah sekalipun, untuk membantu sekalipun.
Buktinya dua tipe motivasi manusia melakukan pekerjaannya tersebut tetap membuatnya melakukan pekerjaannya. Siapa sih? Ya banyak, hari ini, kalau dicari, ribuan. Seperti menghitung rambut yang setiap hitungan itu berhenti, akan tumbuh rambut lain yang mengacaukan bilangan-bilangan itu (baca : gak bisa diitung!).
Ada yang sudah tersesat ke jalan yang salah, tapi ujung-ujungnya lebih damai pada pilihan hatinya. Yang lebih sejak dulu muncul dan menjadi niat. Sudah menjadi rule of life, ketika tersesat, detak jantung manusia akan berbeda dari detak biasanya. Lalu ketika sudah at the right track, itu akan melesat seperti rollingcoaster yang cepat. Meskipun secepat kilat, debaran jantung itu tidak akan mengalahkan keyakinan. Kenyataannya, rollingcoaster dibuat tanpa mengabaikan keselamatan penunggangnya. Dan... dheng dheng dheeeeng... ketika itu dipilih, seketika itu juga keyakinan terwujud.

Tapi itu proses... 
Bukan musik... Ada jalan hidup lain yang Penulis anggap sebagai pekerjaan. Tapi dari musik, penulis dapat belajar banyak hal. Banyak kisah inspiratif di luar sana yang telah tercipta. Eross Chandra, misalnya, pernah menghilang dari jadwal-jadwal kuliahnya dan lebih memperhatikan senar senar gitar bersama teman nge-bandnya. Manusia yang hobi berpikir negatif, "Anak gak tau diuntung! Dah dikuliahin, malah...". Tapi bagi Penulis, he do right thing! 
Melalui sebuah music show di salah satu stasiun TV, "Dulu kita berani-berani aja ninggalin kuliah di jogja, lalu pergi ke Jakarta. Di jakarta ya terima-terima aja tidur dimanapun tempatnya, makan nasi oseng-oseng, lauk gorengan, dan kelewat lebih sering makan sayur daripada daging". Ketika hari ini berdiri banyak penggemar, barang kali bisa menjadi bukti proses (perjuangan) itu sebanding dengan hasilnya.

Kalau hari ini Penulis bertahan dengan pekerjaan, itu karena kepercayaan yang teralalu tinggi bahwa "Tidak ada jerih payah yang sia-sia". When we love something seriously, we'll be loved back!

Lagi asyik ngomongin tentang budaya kerja, semoga menjadi inspirasi, menambah semangat kerja :)

Malam menjelang kemarau dengan suara jangkrik - Pati, 2016 

*foto : dari atap ruang kerja setiap paginya terdengar, "Bakpao Megajaya... enak rasanyaaaa!"

2 komentar:

  1. Dan suara kereta khas jam 1 siang. Ah rindunya :')

    BalasHapus
  2. kalau kau lihat betul, itu masih ada debu sisa-sisa letusan kelud :D

    BalasHapus