Sabtu, 21 November 2015

Saat Ladang Edelweiss Merbabu Dibalut Untaian Angin Kencang




Barang kali, Edelweiss itu hanya sebagian saja dari seluruh cerita, karena semuanya tetap janggal jika hanya diwakili A, B, C, hingga Z..

Malam itu...
Tangan ini masih dingin, kaku, dan tersasa sedikit sakit. Bahkan untuk menggenggam parang pun terasa sulit sekali, sepertinya tanganku terlalu kecil untuk gagang parang yang sebenarnya hanya berbentuk tabung berdiameter kurang lebih enam senti.
Sial…! Ini sudah di ketinggan lebih dari satu setengah kilo dan tenda doom itu belum segera berdiri. Angin terlalu kencang, dan senter kami terlalu minim cahaya. Dasar amatir! Diriku juga. Lima lelaki ini sama sekali tak berdaya mendirikan tenda. Kami hanya bisa bergerak sekuat tenaga untuk meraih peralatan yang kami bawa. Sialnya, banyak pasak yang hilang, sehingga kami harus menggantinya dengan kayu. Aku menebas-nebas kayu sebisanya, dan beberapa pasak pun jadi sekedarnya. Itu mirip kayu lecet-lecet yang terpaksa kusebut sebagai pasak. Apa sih yang bisa dikerjakan oleh tangan yang tiap hari cuma menyenggol bolpen dan keyboard komputer?
Untunglah ada dua orang keluar dari tendanya dan bergegas membantu kami. Mungkin mereka merasa iba setelah mendengar suara ketukan akibat rahangku yang saling mengetuk dan semakin lama semaki keras. Hanya terima kasih yang bisa kami berikan, soalnya mau ngasih apa juga ndak tau.
Tiga puluh menit setelahnya, dua tenda kami sudah berdiri. Lega melihat dua kubah itu nanti bisa mejadi tempat kami menghindar dari terpaan angin yang semakin pagi semakin kencang. Berita bagus lainnya datang, Di depan tenda sudah tersaji mie rebus yang memenuhi nesting bekas perkap TNI AD itu. Mie itu hasil karya tiga perempuan yang bersama-sama dengan kami mencapai Pos IV Merbabu. Tepat jam dua dini hari kami mie rebus sudah masuk ke perut kami. Itu berarti satu jam sejak kami sampai di pos ini.
Badanku sudah beralih temperatur sejak mie rebus yang mengangkut panas mengalir melewati setiap inchi usus di tubuhku. Sleeping bag dibuka dan saatnya merebahkan tubuh setelah lamanya perjalanan kami menuju ladang sabana di merbabu ini. Tak lama setelah itu aku sudah tak bisa merasakan kesadaran dan…. Tiba-tiba angin kencang yang menerpa tenda kami.
Kulihat arlojiku, jam setengah enam. Sudah cukup lama kami beristirahat. Entah terlambat atau tidak, aku tersadar kalau sudah ada sinar di luar sana. Dari dalam Tenda bisa terlihat kalau langit-langit kubahnya tidak segelap waktu sebelum tidur. Aku terperanjat dari bekaman sleeping bag dan berusaha keluar dari tenda. Ada rasa gelisah, seperti akan ditinggal pergi, kecewa karena melewatkan, pesimis akan menemuinya, dan ternyata…
Masih ada sisa sunrise. Leganya bukan main. Begitu cahaya matahari langsung itu masuk ke retinaku, perlahan otot bibirku menunjukkan wajah senyum versi manusia ganteng. Sekitar satu menit aku menikmatinya, dan itu cukup dulu. Tidak afdol jika aku hanya menikmatinya seorang diri.
Di tenda sebelah, perempuan-perempuan itu belum menunjukkan batang hidungnya. Ku panggil-panggil mereka dari luar. Ada satu jawaban dan kurasa itu terdengar hanya setengah nyawa yang menjawabnya. Tapi ya sudahlah, aku tidak tega mengganggu istirahatnya. Tracking malam membuat tubuh kami benar-benar menggigil. Satu dari perempuan itu bahkan sempat teler menghadapinya.
Aku lalu beranjak ke tenda tempat ku menginap semalam, ternyata sudah ada yang terbangun. Lalu mereka bangun dan membawa kedua matanya melihat betapa indahnya langit pagi di ladang sabana ini. Jeprat-jepret kamera menghasilkan gambar menawan yang luar biasa indahnya. Biasanya tanganku tremor dan ndak ada gambar asyik yang bisa ku ambil, tapi kali ini beda cerita. Ada beberapa gambar yang menarik, bahkan temen-temen bilang ini kelas fotografer walau cuma pake kamera digital. Boleh dibilang dah, saat itu aku besar kepala mendadak.
Delapan. Jumlah orang yang berkumpul di bawah hangatnya matahari muda pagi itu. Aku ikut di dalamnya. Ada keceriaan, kesenangan, kebahagiaan, dan bahkan ada rasa puas, walau kami tidak memegangnya ataupun tidak mengecapnya. Tapi kami melihat, merasakannya, dan menganggapnya sebagai salah satu hal yang penting agar kita hidup.
Apakah cukup sampai di situ? Ini baru pos empat kawan. Masih ada tiupan angin di atas tiga ribu meter lagi yang harus kurasakan dan masih ada puluhan kilometer yang harus ku tempuh. Bahkan setelah kaki ini tidak lagi menginjak tanah merbabu, kaki ini akan tetap berjalan searah mataku menatap dan serasa hati ini menginginkan. Berjalan, melihat, merasakan, dan tersenyum. Dunia akan tahu bahwa kita makhluk yang pandai bersyukur.


itu sudah dua tahun lalu kawan....

* kutulis lebih dari setahun lalu dan, hehe, gagal mengantarku jadi travelling writer

Rabu, 26 Agustus 2015

Aku yang Cuma Mampu Terseyum dan Tertawa

captured from @masbutet


Karena keren itu miliki mereka yang humoris, katanya, hehe…
Ya, memang benar. Saya merasa memandang orang itu keren, ketika orang itu mampu membuat humor dan saya tertawa. Sudahlah, keren terkadang milik sebagian orang saja. Pengakuannya juga relatif kok, tidak perlu dibuat iri. Keren juga bukan tujuan semua orang.

Butet itu budayawan, kata kawanku. Saya sedikit menolak pernyataannya, tapi memang benar kata temanku itu. Dia memang budayawan, hanya saja, dia punya budaya humor. Misuh saja, maaf, berkata kotor saja, bisa membuat saya tersenyum, tidak kurang sekitar 20 detik gigiku terlihat sedang memandangi layar komputer. Bahkan seorang standup comedian yang serius berniat membuat punchline belum tentu semampu itu.

Entah itu karena keturunan, latihan, referensi, atau apapun, yang jelas itu membuat saya tertawa. Hanya sebuah gambar yang jika dibiarkan tanpa ada tulisannya, tak ada sesuatu. Tapi ditambahi twit atau komentar atau apa itu namanya, saling jawab antara butet dan temannya, tanpa runtutan cerita yang jelas, terasa menjejak ujung bibir untuk saling menjauh ke atas dan ke bawah.

Budaya humor itu sebuah kecerdasaan. Sebagian orang menyebutnya keren. Namun, kata keren terlalu mewah, lebih bagus jika dikaitkan dengan kecerdasaan, yang setiap orang berhak menekuninya setiap hari. Buat apa menjadi keren setiap hari? Tapi menjadi cerdas dari hari ke hari itu lebih penting. Keren hanya untuk dilihat, sebenarnya keren cukup saat butuh perhatian saja. Selebihnya, mending dijadikan kebutuhan.

Namun, yang nyesek, kadang modal otak cuma paspasan. Niatnya mau bikin humor, eh malah ketahuan alaynya. Hmmm, cuma contoh aja kok… Yang otaknya pas-pasan, mending makan dulu yang bener. Kalian butuh mikir dulu. Humor bukan saja tentang kata yang bisa ditulis terus punya kekuatan super. Come on, tidak semua orang itu butet guys, tidak semua orang itu sudjiwo tedjo, bro. Timing, intonasi, properti, kebutuhan, dan banyak hal yang dipengaruhi. Semuat itu jadi pertimbangan. Kalau loe abaikan… ya udah … Boooom!

So, nikmati apa yang bisa dibaca, apa yang bisa didengar, apa yang bisa liat, dan sadari humor yang ada di dalamnya. Capek mikir? Banyak temennya! Diem aja sampai mati! 

Senin, 06 April 2015

Apa sih Sanering itu?


Ada sekitar 2 atau 3 orang yang pernah bertanya kepadaku tentang SANERING. Aku menjawabnya sebisanya, tapi ini aku ada cuplikan cerita yang isinya tentang itu.
Fiksi sih, tapi si pengarang mengakui kalau bagian ceritanya yang berkaitan dengan sejarah bangsa itu berdasarkan fakta. Di buku-buku sejarah sih ditulis tentang sanering, tapi tulisan berikut ini cukup detail. Sekedar mengingatkan apa yang pernah terjadi pada bangsa ini. Karena saya merasa ini jarang dibicarakan, so… saya mau berbagi
***
Zaman Belanda cukup banyak meninggalkan souvenir seperti uang logam, gedung-gedung, lembaga-lembaga, istilah-istilah. Sedangkan zaman kemerdekaan dimulai dengan banyak kendala. Pernah orangtuanya bertukar pikiran dengan Nenek serta Bibi Emi ketika Karmila masih di bangku SMP.
“Ingat Pemerintahan Republik Indonesia Serikat dan gunting Sjarifudin? Kepututsan PU-1 tanggal 9 Maret 1950?” Tanya Nenek pada orangtua serta Bibi Karmila, lalu menyambung padanya. “Uang kertas dipotong dua, Mil. Semua uang Javasche Bank dan uang NICA di atas RP 5,- harus digunting. Kakekmu hampir bangkrut.”
“Kenapa digunting, Oma?” tanya karmila waktu itu.
Keistimewaan neneknya (dari pihak ibu sampai setua itu ingatannya masih tajam, bisa mengingat semua tanggal yang penting baginya.
“Supaya nilainya naik lagi. Itu disebut sanering,” jawab Nenek. “Yang kiri masih bisa digunakan selama sebulan sampai 9 April jam 18.00 dengan nilai separuh. Yang kanan dan semua deposito di bank nilainya juga jadi separuh; harus ditukar sama obligasi negara. Janji pemerintah, obligasi itu akan dibayar dalam jangka 40 tahun, bunganya 3% per tahun.”
“Dibayar enggak, Oma?”
“Enggak sepeser juga!”
“Simpanan almarhum suami saya ludes semua,” keluh Bibi Emi, sepupu ibu Karmila yang saat itu masih tinggal bersama mereka. Sekarang dia tinggal di rumah kakeknya di Jawa. “Pamanmu kena serangan jantung fatal,” sambungnya pada Karmila. Bibi Emi tak pernah menikah lagi. Suaminya meninggal gara-gara Sjarifudin Prawiranegara. Mereka belum sempat punya anak.
“Kertas-kertas obligasi itu akhirnya Cuma jadi makanan ngengat,” tukas ibu Karmila menggeleng.
“Tahun ’46 dikeluarkan Oeang Repoeblik Indonesia yang disebut uang ORI,” Ujar ayahnya menjelaskan pada Karmila yang tengah memegangi uang itu, koleksi mendiang kakeknya. “Karena blockade Belanda, uang itu enggak bisa disalurkan dari pusat. Jadi Jawa nyetak sendiri, Sumatra kayak aceh dan Jambi juga nyetak masing-masing. Nilainya berbeda. Buat di Jawa, kursnya 1:50 satu rupiah ORI sama dengan 50 sen duit jepang. Sedangkan di luar jawa satu banding 100.”
“Siapa tahu itu merupakan pertanda negara kita enggak pernah bisa makmur,” ujar Nenek menarik napas seraya menumbuk sirih dalam lumping kayu yang sudah kemerahan kena sirih, gambir, kapur, dan pinang. “Bukti ekonomi selalu payah. Tanggal 25 Agustus tahun ’59 terjadi sanering lagi, Mil. Gajah sama Macan dikebiri sampai tinggal 10%. Gajah itu adalah Rp 1.000,-; Macan Rp 500,-. Dan semua deposito bank di atas Rp 25.000,- jadi beku. Simpanan kakekmu hilang tiga ratus ribu.”
“Sejak itu kakekmu  enggak pernah bangkit lagi usahanya.” Bibi Emi menjelaskan pada Karmila. “Lantas 13 Desember ’65, uang seribu rupiah uang lama harus ditukar sama serupiah uang baru.. Waduh, rugi berapa kita semua! Kakekmu terpaksa gulung tikar dan enggak lama kemudian kena serangan jantung, tahun depannya meninggal!”
“Yah, sudah ganti pemerintahan berapa kali? Kok bukannya tambah makmur, tapi rakyat semakin nelangsa? Kenapa negara kita jadi miskin begini?” Keluh Ibu Karmila dengan mata melamun.
“Ah, Alia!” protes Bibi Emi pada Ibunya, “Itu kan lantaran para pejabat korupsi semua! Negara sih kaya, Cuma rakyatnya cepat miskin.”
***
Dulu saya pikir yang dipotong cuma nilainya aja, ternyata “fisik”-nya juga dipotong. Hehe. Kalau di tahun 2015 hanya rupiah naik turun segitu doang aja udah banyak bikin orang menjerit, bayangan saya di tahun “50an itu rakyat Indonesia sudah rindu kiamat saja.
Ambil positifnya aja, dengan penderitaan segitu aja Indonesia sudah bertahan dan berkembang hingga sekarang. Esok hari rupiah bisa naik dan bisa turun, tapi maju mundurnya Indonesia bergantung pada rakyatnya.
Ayo cintai Rupiah, jangan sampai digunting lagi!!

(Penggalan Fiksi di atas dari “Sekuntum Nozomi : Buku Ketiga” karya Marga T)


Kamis, 02 April 2015

Merasa Kecil


Kadang kepala makin gede kalau lagi "di atas". Wajar, manusia akan ngerasa di atas kalau udah ngerasa :
- Kaya, artinya punya banyak uang, banyak pabrik, banyak rumah, atau minimal dompetnya tebel. Emh, oke, dompet tebel diralat karena sering cuma isi kartu-kartu ndak jelas yang ndak ada nilai ekonomisnya.

- Pinter, artinya tugas-tugas komplit, nilai-nilai ujian di atas rata-rata, IPK di atas tigak, tiap ditanya dosen ndak bakal ditanya balik, ato minimal ndak diomelin ortu gara-gara kuliah.
- Ganteng/Cantik, artinya kamu punya pacar, pacarmu sayang dan tak mampu kehilanganmu, ato minimal kamu sering ngasih receh ke pengamen banci dan dibilang "ganteng"

- Bejo, artinya kamu beruntung di segala situasi, misalnya pas di jalan ada begal.. begalnya nunduk dan hormat sama kamu, dan ngasih uang jajan.

Nah, belum sempet ngerasain hal di atas, kemarin saya "diingatkan" oleh suatu peristiwa yang cukup keren. Saya kuliah semi ekstensien di perguruan tinggi dan bisa dikatakan sebagian besar waktu mahasiswa yang kuliah sistem ini habis di pekerjaan daripada waktu untuk kuliah. So, aku ndak begitu ngarep deh ikut organisasi yang sedemikian kompleks.
Pagi, aku disms untuk ikut kegiatan itu. Saya mengira, kegiatan itu hanya serah terima jabatan pengurus lama ke pengurus baru. Satu jam aja lah, itu di bayanganku. 

Telat 30 menit, dengan harapan cuma duduk 30 menit lagi aja. Pas buka pintu, saya keluar bentar liat ruangan samping kanan kiri, "ini bener kan?" Oh ternyata bener. Ternyata masih harus nunggu lagi sampai 30 menit. Yah, gagal deh prediksi saya. Ya sudah, duduk 1,5 jam jg ndak papa, yang penting cepet selesai. BTW, aku cuma sendirian dari kelasku soalnya temen temen yang lain pada sibuk kerja. Aku pas lagi ndak kerja aja.
Tibalah pada saat acara mulai. Percaya ndak percaya , suasana berubah, yang semula ruang kelas berubah kaya Gedung DPR. Di awal sempet saya itung, di Setengah jam pertama itu kira kira ada 20an interupsi. Gilak kan? Saya emang baru kali itu iku pembahasan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Busyet dahh! Itu ada pasal pasal dan ayat ayat gitu. Di situ juga muncul istilah istilah rapat yang ndak familier di telinga gue. Kalau mau interupsi harus ngomomg "Masuk", ada juga prosesi "prosedium sidang" , ada juga "skorsing" ah asing banget lah.
Di situ kadang saya merasa sedih, eh... Di situ saya merasa kecil. Ternyata saya ndak ada apa-apanya dibanding mereka yang ada di ruangan itu. Mereka yang hadir di situ begitu luwes membas pasal pasal yang ada di AD dan ART. Mereka seolah olah sudah siap jika sewaktu-waktu diminta Ketua DPR untuk nggantiin salah satu anggotanya.
Dalam hati, "ni orang keren-keren". Tapi saking kerennya mereka, mereka keasyikan. Acara yang jadwalnya dimulai pukul 9, pukul 15 belum selesai. Jadi ngerti deh kenapa sidang sidang di DPR itu sampe berhari hari, sampe ada yang bosen, sampe ada yang pilih buka tab terus nonton video, sampe ada yang tidur, sampai bahkan ada yang pilih ndak dateng aja.
Saya yang "kecil" ini merasa, kayaknya suatu saat saya harus belajar. Jangan-jangan ini penting juga. Ada pentingnya juga belajar tentang AD ART dimana setiap segi kehidupan pasti ditemui AD ART, di koperasi, di sekolah, di pemerintahan, dan sebagainya.
So, jangan terlalu merasa "gede" dan terlalu merasa "kecil", tapi ingatlah semua orang sama gede dan kecilnya, Kalau dah mati! hehe

Itu aja.

Senin, 30 Maret 2015

Setjangkir Kopi Sadja Tjoekoep

Dulu orang Belanda dan orang pribumi bisa duduk bersama hanya dengan kopi. Menikmati manis pahit yang melekat di secangkir itu sambil membicarakan bagaimana kira-kira tentara Jepang datang ke Pulau Jawa. Setelah perang yang sengit di pesisir utara Jawa, Jepang juga ikut duduk bersama dengan pribumi dan tak seberapa Belanda yang tersisa.
Begitu kata merdeka terpekik, rakyat Indonesia bersorak. Bukan karena menang lotere, tapi karena sudah bebas minum kopi tiap pagi. Tidak ada lagi Romusha tiap-tiap hari. Hingga hari ini juga orang Indonesia merdeka minum kopi.

Saya sempatkan memotret dari samping balkon kamar kost (sebelum saya pindah). Biasa saya duduk menghadap rumah-rumah yang rapat. Sesekali menyiuli cewek-cewek berangkat sekolah. Tapi tak kedengaran karena aku dari atas, dan cewek-cewek itu lingak linguk tak tau arah siulan itu berasal. Kadang-kadang tau dan tanganku mendada-dada dia.
Kadang, sambil duduk, terpikir dalamku "enak ya hidup saya?" Walaupun sibuk bekerja masih sempat minum kopi dan menikmati angin dingin pagi. Walaupun banyak yang bilang," Ndre, hidup loe kurang santai!" atau "Kok bisa betah sih kaya gitu?" atau "Kamu itu ndak bisa menikmati hidup!" atau lain-lainnya. Tapi, tidak harus saya menuruti setiap mulut. Jauh sebelum 1945-pun sebenarnya manusia kan sudah merdeka?
Kalau saya bisa menamai foto di atas, judulnya "Masih Bisa Merdeka"
Ketika meilihat air panas mengepulkan semacam asap, saya tertarik memotretnya. Meski setelah jadi gambar asap itu tidak terlihat. Tapi cukuplah membuat kenangan, biar suatu saat nanti aku jadi ingat pernah di atas itu. 
Memang cuma secangkir kopi, tapi itu cukup membuat merdeka. Tidak perlu pergi ke belakang kampung, memotong bambu, dan membuatnya runcing. Tidak perlu mengangkat machine gun dan membopong mitralyur. Tidak perlu pergi ke atas mimbar dan berteriak, "Inggris kita linggis, Amerika kita setrika!". Tidak perlu duduk rapat seharian dengan tentara jepang yang mulutnya bau. Sekarang, tidak perlu melakukan seperti itu.
Mari merdeka
Mari minum kopi
Atau apapun yang kamu mau!
 

Jumat, 30 Januari 2015

Surat Cinta #1



SuratCinta#1

Untuk Peter,

Salam cinta dari kakakmu,
Apa kabar le? Gimana sekolahmu? Ku yakin doa-doaku didengar Tuhan sehingga engkau di sana dalam keadaan yang baik-baik saja. Aku di sini sehat dan seperti yang kau tahu, aku masih dengan buku-buku yang tebal itu. Haha, jangan iri mendengarnya, ku tau kau tidak menyukai benda-benda aneh itu. Tetap sukai yang kau mau saja.
Kau tau, mulutku yang sering diam ini tidak sebanding dengan tanganku ketika bertemu dengan bolpen atau pensil. Dan barisan tulisan berikut ini sebaiknya jangan kau artikan sebagai tulisan manis belaka. Ini sungguhan.
Sebenarnya ingin segera pulang ke rumah ayah ibu, menikmati punggung ayam goreng yang hampir gosong, di depan tivi sampai perut kenyang, terlelap, dan tau-tau sudah terbangun, lalu pagi. Masih ingat aku ketika menyemangatimu agar bisa bangun pagi, lalu jogging pagi. Agar kau terbiasa, agar Tuhan dengar doamu juga. Katanya kau mau jadi Koppasus. Tuhan tidak hanya melihat kau duduk bedoa di gereja, tapi tiap usahamu juga. Gimana? masih rajin lari kau?
Tahun lalu, kita berdua naik gunung. Cuma berdua saja dan kau kedinginan hebat. Sempat terbesit di kepalaku, “Kakak bodoh macam apa aku ini, bagaimana kalau peter kenapa-napa?” Aku hanya diam, menjagamu hingga pagi. Tak tega aku meninggalkankau yang kulihat terlelap. Sesekali ku raba tangan dan kakimu, “oh, masih hangat”.
Namun, aku lega setelah kau ternyata juga menyukainya. Selamat datang di hobi barumu. Aku senang menjadi orang yang mengenalkannya kepadamu.
Sudah dua minggu ini aku merencanakan sesuatu yang akan kita jalani liburan semester genap nanti. Membayangkannya, kita berdua membawa tenda, di tengah angin dan hawa dingin, memasak air panas dan membuat kopi, lalu… Senang.
Apa kau rindu juga? Dulu kita pernah berbagi mimpi. Pertanyaanku tadi hanya akan menyusun secuil paragraf, tapi jawabanmu akan lebih berarti daripada ratusan kata yang pernah kususun di atas kertas. Ku tunggu balasan suratmu!
Oh, ya. Semoga kau ingat pagi itu, ku lampirkan satu foto.

Kakakmu,

 

Minggu, 18 Januari 2015

Gadget :: Tempat bersembunyi

Gambar ini menunjukkan dimana banyak anak muda cenderung menyembunyikan kegembiraanya melalui tulisah di layar gadget, tapi jarang menunjukkan kepada orang disekitarnya.
Smartphone (gadget) sekarang sudah hampir sama canggihnya dengan windows computer. Bahkan menurutku, ada beberapa layanan yang akhir-akhir ini menjadi tempat bersembunyi.

Yap, aku ngajar di sebuah sekolah, dimana sekolah tersebut dihuni oleh beberapa siswa yang punya kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus ini bukan seperti VIP class atau sejenisnya, melainkan anak-anak yang tidak mampu mengikuti kegiatan sekolah formal pada umumnya.
Mereka sering bersembunyi dengan Gadget. Lho? kok bisa? bagaimana cara mereka bersembunyi?

Bosan dengan pelajaran, buka saku tas paling depan, ambil gadget, mainkan game atau browsing melalui internet.
Tidak suka diajak bermain dengan teman sebaya. Mereka tenang saja. Pilih diam dengan benda kotak penuh warna di layarnya. Lalu mengabaikan hal-hal yang ada disekitarnya.
Dan masih banyak cara lainnya yang bisa membuat mereka bersembunyi. Banyak cerita yang didengungkan teman-teman sekerja lain kalau "Keluarga mereka punya masalah ini" atau "keluarga mereka punya masalah itu". Sudah menjadi cerita klasik, itu berdampak terhadap anak.
Saya menduga, gadget juga menjadi alat untuk orangtua mereka bersembunyi. Seharusnya anak-anak itu bertanya, "Pah, kok papah jarang di rumah sih?", "Mah, mama kok bertengkar terus?", "Kakak kok tiap hari nangis terus?", "Bi, kok bibi tiap hari masak terus? Ibu kapan? Kalau dibuku IPS kan yang bertugas masak itu ibu?" Tapi pertanyaan itu sirna, karena mereka bersembunyi di dalam gadget.

Apa jeleknya sih buat aku? banget. Jadinya aku kesusahan mendapatkan perhatian dari anak. Dengan mukakku yang pas pasan ini pasti susah mengalahkan pesona smartphone yang punya berjuta warna.
Baiklah, tapi itu sudah menjadi tugasku hari ini. Sudah dilalui, walaupun bagiku kurang memuaskan, aku masih kalah dengan benda itu.
Suatu saat akan bagaimana cara bahagia tanpa harus menyimpannya atatau menyembunyikannya di tempat manapun.

Liebster Award

 






Terima kasih untuk Dek Dyna Setyowati, kamu bagaikan Guide yang mengantarku ke dunia blog. Terima kasih atas kesediaanmu dan pengertianmu, padahal aku belum minta tolong. Kalau kamu ndak menawarkan diri, pasti aku ndak paham juga butuh pertolongan seperti ini :D

Seperti yang dijelaskan oleh Dek Dina, Liebster Award merupakan penghargaan yang diberikan untuk yang tersayang. Dalam hal ini Liebster Wwardi diberikan untuk sahabat blogger tersayang. Liebster Award ini punya peraturannya lho, berikut peraturannya :
  1. Post award di blog kamu
  2. Ucapiin terima kasih buat yang ngasih Liebster Award di postingan blog kamu
  3. Menulis 11 tentang dirimu
  4. Jawab 11 pertanyaan dari mereka yang memberikan award
  5. Pilih 11 blogger lain dan memberikan 11 pertanyaan buat mereka (pertanyaan apa saja)


Nah, yang ini 11 hal tentang diri saya :
  1. Profesi : GURU. Walau tidak pintar public speaking, tapi berniat menjadi guru profesional dan keren.
  2. Pernah patah tulang paha (femur) kanan, bukan karena kecelakaan motor, bukan karena jatuh dari tangga, bukan karena main sepakbola. Tapi patah karena terlempar “tolak peluru”. 5 kilogram sob! 2 tahun tanpa aktivitas berlari.
  3. Bukan perokok, tapi pernah mencoba dan tidak intens, ,mungkin cuma bisa dihitung jari, terakhir tahun 2007. Sekarang Puji Tuhan sehat, bebas narkoba pulak.
  4. Kalau nyanyi harus teriak, ndak bisa nyanyi pelan. Kalau pelan, jatuhnya pasti suaranya jadi fales. Emh, suka rocknroll, blues, jazz, classic rock, Ballads. Ipang Lazuardi, Iwan Fals dan Slank.
  5. Salah satu hobiku mendaki gunung. Walaupun sementara ini baru dua puncak, tapi punya cita-cita mendaki semua gunung di pulau jawa yang di atas 2000 mpdl.
  6. Punya adik keren, Peter. Pernah sekali kuajak petualang ke Gunung Lawu pas bulan Puasa. Start dari Cemoro Sewu jam 8 malem, pas naik cuma 3 kali ketemu orang, itu pun  cuma di pos 1 dan 2. Lepas jam sepuluh malam sampai pagi ndak ketemu orang sama sekali. Abis itu naik sampai pos 4, sampai ngecamp di sana, sampai pagi baru ketemu orang. 2 brothers, 1 mount, awesome!
  7. Punya motor keren. Motor astrea kelahiran 1995, tapi ku pegang sejak tahun 2008. Masih betah dan ndak pengen motor itu dijual. Yang pernah duduk di jok motor itu : Cewek cantik, Cewek cantik hijaber, Sahabat, Gebetan, Pacar, Ibuk Bapak, Dosen, Doktor, Profesor.
  8. Pacaran baru sekali, tapi gebetan udah berkali kali :D :D :D
  9. Pernah sekali gondrong, dan sejak gondrong itu tidak dipanggil “pak” pas ngisi bensin di SPBU. Senang! minimal dipanggil om pas jadi pemain gitar di gereja, yang lain manggilnya “mas” “bang” “kak”
  10. Pernah mengajar di homescholling, siswanya banyak sekali yang trouble. Ada yang pendengarannya kurang, ada yang selalu di kursi roda, ada yang down syndrome, ada yang indigo, bahkan ada juga yang suka nyekik dan mukulin gue. Tapi, bersyukurnya aku ikut andil ketika ada perubahan di dalam diri mereka.
  11. Sederhana :)
Ini jawaban dari pertanyaan dek Dina :
1.    Apa hewan yang kamu sukai?
Jawab : ikan, karena mamalia dan reptil cukup menjijikkan buat saya :D
2.    Permainan apa yang kamu sukai waktu kecil?
Jawab : Kelereng, karena aku punya jengkal jari (bahasa jawa : kilan) yang lebih panjang daripada punya teman seusia saya saat itu. So, saya untung besar di situ :D
3.    Paling suka nulis blog tentang apa?
Jawab : Cerita, karena aku suka observe  tentang apapun yang ada disekitar dan lebih senang lagi jika bisa membaginya ke orang lain, dan paling bahagia jika itu sangat berguna bagi orang lain.
4.    Apa harapan kamu bagi pendidikan di Indonesia di Tahun 2015?
Jawab : Ada banyak guru di Indonesia yang bertindak revolusioner. Menteri serta bawahannya, pemerintah pusat, pemda, dan sebagainya sejauh ini bertindak di atas bukit. Mereka tidak paham apa buah yang mereka jatuhkan ke lereng-lereng. Sampai di lereng udah busuk duluan, sob. So? Guru harus mulai menanam pohon di lereng di tahun 2015 ini. Tidak perlu menjadi Menteri untuk memahami kebutuhan anak sekolah dan guru juga tidak perlu berlagak seperti menteri agar bisa mengerti kebutuhan anak sekolah.
5.    Apa yang kamu ketahui tentang wisata kuliner di Wonogiri?
Jawab : Bakso dan tiwul goreng. Bakso itu pencapaian karya masakan yang luar biasa bagi saya. Meskipun ada dimana-mana, saya tetap menyukai Bakso Wonogiri yang ada di Wonogiri. Bedanya apa? Bahkan seorang Bondan winarno pun hanya bisa berkata “maknyus”, lalu apa yang saya bisa katakan yang hanya untuk rasa fantastis di dalam bakso itu.
Tiwul goreng itu keren. Tiwul itu nasi yang terbuat dari tepung singkong (tapioca). Bagi saya pribadi, jika disajikan dalam keadaan tidak panas (didiamkan cukup lama, sekitar 1-2 jam gitu) itu lebih enak rasanya. Jika dimakan dengan lalapan itu rasanya tripel strike.
6.    Lagu daerah apa yang kamu sukai?
Jawab : Soleram. Liriknya terdengar halus dan pendek kalimatnya. Mudah dihafalkan bagi saya yang pelupa ini? :D
7.    Apa pendapat kamu soal kondisi Hutan di Indonesia yang semakin lama semakin memprihatinkan?
Jawab : Pemerintah pusat dan pemerintah daerah kurang kompak. Kebiasaan menghalalkan segala cara masih ditemui di berbagai oknum aparat. Rakyat Indonesia kebanyakan tidak paham akan pentingnya hutan dan memberikan aksi yang tidak mengenakkan untuk kondisi Hutan di Indonesia.
Secara keseluruhan, Indonesia punya rapot buruk sebagai salah satu negara pemilik hutan yang luas di Dunia. Solusinya, gerakan nasional cinta menanam dan melindungi hutan dari “badan” Indonesia, bukan cuma “mulut” Indonesia.
8.    Kerajinan apa yang pernah kamu buat dan paling membuat kamu merasa puas?
Media pembelajaran dengan menggunakan Rel kereta dari gabus. Saya puas karena dari sisi desain sangat menarik, pemilihan bentuk serta warna yang cocok, dan penggunaan media pembelajaran tersebut mendapatkan apresiasi dari seluruh teman dan dosen.
9.    Bagaimana nasib sepakbola Indonesia di Tahun 2015?
Masih belum ada gebrakan. Belum ada perencanaan yang matang dari tubuh PSSI (atau mungkin saya saja yang tidak tau) dan belum terlihatnya keberhasilan program-program PSSI.
Di paling akar, praktek-praktek kecurangan merajalela di mana-mana. Tingkat turnamen di segala usia masih diwarnai kecurangan dan perkelahian. Penyelenggaraan beberapa kegiatan masih mempertimbangkan tendensi-tendensi tertentu yang (sebenarnya) tidak (terlalu) menguntungkan untuk sepakbola.
10. Siapa olahragawan favorit kamu?
Jawab : Luar negeri : Ronaldinho --> Inspirasional, sederhana, teknik keren, kreatif, punya emosi (emosi penting untuk menang), rendah hati, murah senyum, cinta keluarga (besar), menjadi teladan bagi rekan di tim.
Dalam negeri : Ahmad Bustomi --> kurang lebih sama dengan di atas, cuman dia jelek di emosi aja :D
11. Apa pengalaman paling mengesankan dan tak terlupakan yang pernah kamu alami?
Jawab : mendampingi anak didik sepakbola ke kabupaten. Kebetulan ada insiden, ada satu anak yang patah tulang. Namanya Fajar. Posisi saya masih mahasiswa dengan kantong dan tabungan pas-pasan yang berlagak ingin memberikan tanggung jawab sebisanya.
Beberapa jam aku cuma sendirian nungguin Fajar di ruang rongent. Yang lain udah tak suruh pulang ke desa, dan ngabarin ke keluarganya Fajar. Dalam hati, “gilak!! aku masih umur 19 tahun, ngurusin anak orang kaya gini?” Fajar Cuma nagis klingikan aku juga ndak bisa buat apa-apa. Di kantong cuma ada beberapa lembar uang seratus ribu saja. Cuma cukup dipakai untuk rongent saja.
Pas ortunya fajar datang dengan tangisan, aku cuma bisa pasrah dan bingung mau ngomong apa ke mereka. Kalau ndak malu, sebenernya pengen ikutan nangis aja. Untungnya ortunya fajar itu ngerti kalau itu memang insiden, dan malah berusaha menenangkan saya. Itu pengalaman shocking therapy yang cukup menegangkan, tapi endingnya cles kaya es!! Berangkat ke kabupaten pukul 13.00 dan dengan segala kejadian itu membuatku pulang sampai di rumah pukul 01.00 setelahnya. Itu 12 jam paling lama yang pernah kualami :D :D

Nah sekarang, ini dia yang ku nominasikan untuk mendapatkan Liebster Award, selamatt!!

Nah, ini dia 11 pertanyaan yang harus kamu jawab :
  1. Kapan traveling yang paling berkesan dan apa kesannya?
  2. Apa sakit/kecelakaan paling parah yang pernah kamu alami?
  3. Dimana tempat yang paling ingin dikunjungi di dunia ini? kenapa?
  4. Saat bersama siapa kamu tidak perlu lagi menahan tawa?
  5. Siapa pelawak/seniman favoritmu? Alasanya?
  6. Siapa guru yang paling diingat? Kelas berapa? Di sekolah mana? Kenapa?
  7. Siapa yang paling bisa membuat kamu menangis?
  8. Apa alasan yang membuat kamu tidak terlambat berangkat ke sekolah/kampus?
  9. Rekor tidak mandimu seberapa lama? Minggu, hari, jam, menit?
  10. Apa pakaian yang paling lama kamu pakai sampai sekarang? Sejak kapan? 
  11. Jika kamu orang terakhir yang tidak korupsi di negara ini, apa yang akan kamu lakukan?

Saya ucapkan "welcome" pada teman2 yang baru kali ini masuk liebster awarad, selamat sudah masuk nominasi, dan Makasih sudah mampir ke blog saya :D
Saya tunggu jawaban kalian!!