Minggu, 11 Januari 2015

Canggung yang Tak Tertahankan

Aku sering tinggal ke kos-kosan dan baliknya ke rumah seminggu sekali. Bahkan beberapa udah setengah tahun ini berbulan-bulan baru balik. Ada banyak hal canggung yang terjadi menyertai setiap langkah jauhku dari pintu rumah.

Salah satunya adalah :
Saat pamitan sama SUPERHERO gue satu ini...




Lah, dulu pas kuliah kali dipamiti malah nangis. Katanya, "Gek rampung yo le, gek dadio uwong (cepet selesai ya kuliahnya, terus jadilah orang)."
Aku cuma garuk-garuk kepala, dalam hati "Waduh keren juga nih, gue disangka monyet kali ya?" ketawa sendiri, tapi dalam hati.
Ketahuilah gays, berpikiran konyol dan ketawa dalam hati itu yang nahan aku biar ndak ikutan nangis. Ya walaupun semua pesen SUPERHERO ini kadang konyol, tapi pelafalan dan setiap tetes air matanya itu bikin hati berdesir.



Dulu pernah temen kuliahku mampir ke rumah. Kebetulan mau berangkat ke kost barengan. Pas pamitan, temenku juga ikut pamitan. Temenku lalu dipesani juga, "Ati-ati ya mas, mengko neng Solo ojo podho tukaran karo Andre (Ati ati ya mas, nanti kalau di Solo jangan saling berkelahi sama Andre)." Kulihat ekspresi wajah temenku seketika berubah.
Matih! Nyampe solo temen satu kos nge-bully. Keperkasaanku yang terkenal seantero kampus lenyap seketika. Yah, mau dikata apa, nasi sudah menjadi bubur. Meskipun mereka semua ketawa, pada intinya aku masih nggatek sama pesen SUPERHERO gue satu itu.
Beliau itu sudah tua dan lupa. Aku memang pamitnya sekolah, tapi dia ndak tahu aku sekolah dimana. Mungkin di pikiran beliau, aku ini sekolah dengan baju putih, celana pendek merah, dasi merah bergambar tut wuri handayani, dan kalau di sekolah sering berantem karena rebutan kursi paling dekat sama guru. Mungkin saya saja yang kurang mengerti beliau dan tidak menjelaskan yang sebenarnya. Ah, untuk apa penjelasan seperti itu. Yang beliau ingin itu hanya batang hidungku saja sebenarnya. Hanya saja aku memang terbatas memenuhi itu. Sayangnya saya belum pernah minta maaf untuk itu. Canggung jugak :D

Tepat satu minggu lalu aku pamit lagi, mungkin untuk 3 atau 5 bulan tanpa batang hidungku dipandangannya. Aku pamit seperti biasa. Ada yang aneh. Mukanya berseri, tanpa ada tetes air mata lagi.
Padahal sudah kusiapkan banyak imajinasi konyol untuk menahan puluhan tetes air mataku yang otomatis turun jika hal biasanya terjadi. Aku malah canggung, merasa ada kegembiraan, kebingungan, dan terkejut juga.

Ya sudah, memang itu cermonial pamitan siang itu. Cukup itu saja, lalu kusetater motorku. Di atas motor aku membatin, "Apa aku sudah jadi orang ya?"

Ku toleh ke arah SUPERHERO-SUPERHERO itu, "Pamit riyen, mangke ngantos Semarang kula tak sms (Pamit dulu, nanti kalau sudah sampai semarang aku sms)." Mereka menjawab semua, aku tak mendengar satu persatu, tapi hangatnya sampai di hati.

Sudah tidak perlu lagi imajinasi-imajinasi konyol penahan tangis, ku biarkan mengalir apa adanya di satu kilometer pertama perjalananku...

Pertanyaannya, kalau emang kamu jadi orang, kamu mau ngasih apa ndre buat mereka yang mau nangis buat kamu? It is complicated and locked, aku mencarinya :)









2 komentar:

  1. Untuk apa dijelaskan. Sebab tanpa kamu bicara pun beliau sudah paham :)

    BalasHapus
  2. Lagipula aku juga tidak pintar bicara, hehe

    BalasHapus